Abstract:
Gotong royong sebagai bentuk kearifan lokal berperan penting dalam
mendukung keberlanjutan usaha tani padi, khususnya melalui efisiensi
penggunaan tenaga kerja, modal, dan waktu. Desa Jambangan merupakan
wilayah yang masih mempertahankan praktik gotong royong, namun
penerapannya belum merata di kalangan petani. Penelitian ini bertujuan: (1)
membandingkan efisiensi tenaga, modal, dan waktu antara petani yang
menerapkan dan tidak menerapkan gotong royong; (2) menganalisis pengaruh
faktor sosial—kekerabatan, usaha sejenis, keanggotaan kelompok tani, dan
kesamaan lahan satu hamparan—terhadap penerapan gotong royong; serta (3)
mengevaluasi pengaruh penyuluhan terhadap motivasi petani dalam menerapkan
gotong royong.
Metode penelitian menggunakan exploratory sequential mixed methods
dengan pendekatan kualitatif pada tahap awal melalui wawancara mendalam
kepada 15 petani, disertai triangulasi sumber dengan tokoh masyarakat dan
penyuluh pertanian. Tahap selanjutnya adalah pendekatan kuantitatif terhadap 40
petani (30 petani gotong royong dan 10 non-gotong royong). Analisis efisiensi
ekonomi menggunakan R/C Ratio, B/C Ratio, dan BEP, sedangkan pengaruh
faktor sosial dianalisis menggunakan regresi logistik biner. Evaluasi penyuluhan
dilakukan untuk mengukur perubahan sikap dan motivasi petani.
Penelitian membuktikan bahwa petani gotong royong lebih efisien dalam
tenaga, modal, dan waktu dibanding non-gotong royong. Pembagian tugas 6–10
orang per tahap mempercepat olah lahan (2–3 hari), panen (1–2 hari), mengurangi
jam kerja (5–6 jam/hari), dan menekan biaya tenaga kerja (Rp1,2 juta/ha vs Rp12,6
juta/ha). Keuntungan lebih tinggi (Rp18,7 juta), biaya produksi lebih rendah
(Rp14,8 juta), dengan R/C Ratio 2,26, B/C Ratio 1,26, dan BEP 2.209 kg/ha.
Regresi logistik menunjukkan hanya faktor usaha sejenis yang signifikan
(p=0,047). Gotong royong dipandang sebagai warisan budaya dengan manfaat
ekonomi dan sosial, sementara hambatan teknis dapat diatasi melalui
musyawarah. Penyuluhan memicu pergeseran sikap positif meski terbatas,
sehingga diperlukan penyuluhan lanjutan yang partisipatif dan intensif.